Ilustrasi
Pengamat politik dari Fisip Universitas Sumatera Utara (USU), Dadang Darmawan mengatakan, masyarakat Sumut mengetahui persis sejak awal PDIP menetapkan dan melakukan proses seleksi terhadap enam bakal calon gubernur Sumut.
Proses seleksi meliputi tahapan pendaftaran, survei popularitas dan elektabilitas, uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test), hingga lobi-lobi. “Ini proses panjang, mengeluarkan banyak dana, tenaga dan pikiran dari enam calon yang ikut proses seleksi,” kata Darmawan dalam keterangannya, Sabtu (17/11/2012).
Sebanyak enam nama mengikuti proses seleksi di PDIP yakni Benny Pasaribu, RE Nainggolan, Gus Irawan, AY Nasution, T Erry Nuriadi, dan Bintatar Hutabarat (adik ipar Effendi Simbolon). Diantara enam nama tersebut, hanya Benny Pasaribu yang berasal dari kader PDIP.
“Semua proses menjadi lip service saja. PDIP menabrak cara main yang ia tetapkan sendiri,” kata Darmawan.
Menurutnya, selain menabrak mekanisme yang ditetapkan sendiri, keputusan DPP PDIP juga sulit diterima nalar karena ternyata calon yang diusung PDIP bukan figur yang kuat, tidak punya basis massa di Sumut, dan tidak pernah berkiprah dalam kegiatan-kegiatan pembangunan sosial di Sumut.
Padahal, lanjut Darmawan, dari enam calon tersebut, ada figur kuat yang cukup diperhitungkan kandidat lain, yakni RE Nainggolan dan Gus Irawan. “Ini adalah fenomena pembodohan politik secara vulgar yang dilakukan PDIP di tengah-tengah masyarakat,” katanya.
Hal senada disampaikan pengamat politik Fisip Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Arifin Saleh. Menurutnya, keputusan PDIP tersebut merupakan tindakan yang sewenang-wenang dan tidak menghargai proses seleksi yang ia tetapkan sendiri.
“Effendi Simbolon kan tidak pernah mendaftar untuk ikut seleksi. Dia malah ikut sebagai DPP PDIP yang melakukan seleksi, termasuk uji kelayakan dan kepatutan. Ini sebuah pertunjukan politik yang sangat buruk bagi masyarakat Sumut,” cetus Arifin.
Sumber
0 komentar:
Posting Komentar